WELCOME
Rabu, 04 November 2015
KEJUARAAN RENIS MEJA SUKAMARA
Ini adalah artikel yang saya dedikasikan untuk kejuaraan renis meja disukamara pada tahun 2015 ini merupakan artikel non official!
INFO UMUM:
LOKASI: Kalimantan Tengah tepatnya berada dikabupaten sukamara. tepatnya dikota sukamara digedung gawi barinjam sukamara
WAKTU : 4-8 november 2105 biasanya rame pas malam
adapun semboyan/slogan pada KEJUARAAN RENIS MEJA SUKAMARA ini adalah :
" MENJUNJUNG TINGGI SOLIDARITAS,RAIH PRESTASI"
done!
Rabu, 26 Agustus 2015
Review Game : Clash Of Clans
Yo guys welcome back to my fuc*ing blog... in this post i will fuc*ing reviewing a game entitled Clash Of Clans so,,, lets check this one out baby!! yeah!! (versi indonesia)
Clash Of Clans adalah game buatan developer asal finlandia SUPERCELL, game yang dirilis pada tahun 2012 ini telah dimainkan oleh ratusan ribu bahkan jutaan orang,game ini sangat populer di pengguna android bahkan Game yang biasa disingkat coc ini menduduki tahta game yang paling banyak di download di google playstore,game ini tersebar luas diseluruh didunia,Negara dengan pemain terbanyak yaitu seperti,filipina,united states,UAE,jepang,china dan tentu saja tidak ketinggalan negara kita tercinta, Indonesia, indonesia sendiri sangat berkontribusi besar dalam perkembangan game ini,Indonesia menyumbangkan 2 clan besar dalam dunia COC yaitu INDO CELESTIAL dan INDO ETERNITY clan ini sering sekali bertengger dalam top 10 top clan coc,apalagi ketika event super race yang mereka adakan. saya sendiri bermain game ini sejak tahun 2014 dan sekarang saya sudah mencapai level 110 (th9) di clan LC
dari segi graphics dan size game ini sudah sangat bagus dengan ukuran yang tidak lebih dari 60mb dan didukung graphics super! bisa dibilang game ini game terbaik dikelasnya!!
dari segi gameplay,game ini mengusung genre strategi dimana kita harus membangun desa sampai benar benar mentok, kita harus meng upgrade semua bangunan yang ada,adapun bangunan yang ada di game COC antara lain
Defence : canon
- archer tower
- mortar
- wizard tower
- air defence
- hidden tesla
- xbow
- air sweeper
Trap:air bomb
bomb
spring trap
seeking air mine
giant bomb dll
Army: army camp
barracks
dark barracks
spell factory
dark spell factory
Lain lain:
gold storage
elixir storage
barbarian king altar
archer queen altar
gold mine
elixir collector
dark elixir mine
town hal
Kita bisa mengupgrade menggunakan GOLD, ELIXIR, ataupun DARK ELIXIR nah loot loot diatas bisa didapatkan dengan cara mengcollect ataupun dengan mencuri loot dari desa lain,kalian bisa menyerang desa lain dengan menggunakan berbagai macam troops dan berbagai macam attack strategy,untuk attack strategy silahkan cek di chanel youtube saya : bill laudrix
nah untuk troops yang ada di coc bisa diliat di daftar dibawah ini
barrack troops:
barbarian
archer
goblin
giant
baloon
wizzard
healer
dragon
p.e.k.k.a
dark barrack troops:
minion
hog rider
valkry
golem
witch
lava hound
spell:
lightning spell
healing spell
rage spell
jump spell
freezee spell
dark spell:
poision spell
earthquake spell
haste spell
dari segi fitur yang ada dalam game, dalam game coc banyak sekali fitur yang bisa ditemui antara lain :
clan
clan war
clan perks
league
top clan local,global
top player local, global
friends
notification
clan chat
global chat
music
sound effect
more than 15 language!!
link devices for ios
facebook conect
google+ connct
change name
filter clan chat
juga tersedia help and support untuk pemula
privacy policy
terms of service
parents guide
coc juga mempunyai banyak official account di media sosial seperti
official facebook
official twitter
official youtube
official instagram
official twitch
dan coc juga mempunyai forum untuk berdiskusi mengenai hal yang ada didalam game
nah,,,saya kira untuk post kali ini udah cukup,untuk tips ant trick,cara bermain,attack strategy,clan war atau apapun akan saya post kapan kapan jangan lupa share post ini,subscribe youtube saya di bill laudrix
follow instagram saya di @laudrix179
add fb saya di bill laudrix
copyright by bill laudrix,original post,nothing copy paste and i will update this post for be better
Senin, 24 Agustus 2015
fungsi negara, peran rakyat dalam mencapai tujuan nasional, dan tugas pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa
Yo guys welcome back to the fuc*ing bill laudrix blog, in this post i will show you abaot our "PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN" task's this post entitled "fungsi negara, peran rakyat dalam mencapai tujuan nasional, dan tugas pemerintah dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa" so check this one out baby YEAH!!
and dont forget to subscribe my youtube chanel on : BILL LAUDRIX
Nama kelompok: bill laudrix
and dont forget to subscribe my youtube chanel on : BILL LAUDRIX
Nama kelompok: bill laudrix
Ridwan s.t
Andika clalu
cinta lowodoro
Moses a.k
Diky h.
1.menurut pendapat kalian apakah negara
kita telah melakukan fungsi negara dengan baik ?
Jawab: Sebelum menjawab pertanyaan ini kita harus
tau apa itu fungsi negara,menurut khairulchaniago.wordpress.com fungsi negara
yaitu:
1. Mensejahterakan serta
memakmurkan rakyat
Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
Negara yang sukses dan maju adalah negara yang bisa membuat masyarakat bahagia secara umum dari sisi ekonomi dan sosial kemasyarakatan.
2. Melaksanakan ketertiban
Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damani diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.
Untuk menciptakan suasana dan lingkungan yang kondusif dan damani diperlukan pemeliharaan ketertiban umum yang didukung penuh oleh masyarakat.
3. Pertahanan dan keamanan
Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar.
Negara harus bisa memberi rasa aman serta menjaga dari segala macam gangguan dan ancaman yang datang dari dalam maupun dari luar.
4. Menegakkan keadilan
Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di segala bidang kehidupan.
Negara membentuk lembaga-lembaga peradilan sebagai tempat warganya meminta keadilan di segala bidang kehidupan.
Menurut diskusi
kelompok kami Indonesia telah menjalankan fungsinya sebagai negara,namun, belum
menyeluruh misalnya di daerah terpencil/pedalaman masyarakat disana belum
merasakan pelaksanaan fungsi negara.
2.menurut
kalian bagaimanakah sebaiknya peran rakyat dalam mencapai tujuan nasional?
Jawab: Tujuan Nasional : Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Contoh peran :
1. Memakai produk dalam
negeri
2. Menghargai jasa para
pahlawan
3. Mengikuti Wamil
4. Menghargai perbedaan
5. Mempertahankan
keutuhan Wilayah NKRI
Tujuan Nasional : Memajukan kesejahteraan umum.
Contoh peran :
1. Melaksanakan Wajib
Belajar 9 tahun
2. Menyubsidi BBM
3. Membuka lapangan
pekerjaan
4. Memberikan BLSM
5. Menolong antar sesama
6. Mematuhi peraturan
perundang-undangan yang ada
7. Ikut serta dalam
Koperasi
Tujuan Nasional : Mencerdaskan kehidupan bangsa.
Contoh peran :
1. Mendidik putra putri
bangsa
2. Belajar secara giat
dan tekun
3. Memberikan solusi
terhadap suatu permasalahan yang ada
4. Mengamalkan Pancasila
dalam kehidupan bernegara
5. Mendapatkan beasiswa
6. Melaksanakan Wajib
Belajar 9 tahun
Tujuan Nasional : Ikut melaksanakan ketertiban dunia.
Contoh peran :
1. Membantu mengirim
Kontingen Garuda
2. Mengikuti peraturan
yang disepakati bersama dalam Organisasi Internasional seperti PBB dan ASEAN
3. Mematuhi peraturan
wilayah antar negara
4. Memberikan bantuan
kemanusiaan kepada negara yang sedang terkena musibah
5. Mementingkan
kepentingan umum daripada kepentingan pribadi
6. Hidup dengan damai,
tertib dan saling tolong menolong
3.menurut pendapat
kalian apakah pemerintah negara kita telah melaksanakan tugasnya dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa dengan baik?
Jawab:
Tujuan Nasional : Mencerdaskan kehidupan bangsa.
Contoh peran :
1. Mendidik putra putri
bangsa
2. Belajar secara giat
dan tekun
3. Memberikan solusi
terhadap suatu permasalahan yang ada
4. Mengamalkan Pancasila
dalam kehidupan bernegara
5. Mendapatkan beasiswa
6. Melaksanakan Wajib
Belajar 9 tahun
Menurut kami
pemerintah indonesia telah melaksanakan tugasnya dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa karena hampir tiap kabupaten telah menggratiskan sekolah sampai sma! Pemerintah
juga telah memberikan beasiswa,juga dalam sekolah diajarkan pengamalan
pancasila dalam kehidupan bernegara yaitu dalam mata pelajaran pkn
Jumat, 17 April 2015
NAMANYA VINO by cerpenmu.com/cerpen.of.the.month
BILL LAUDRIX
Namanya Vino
Aku pikir semuanya akan berakhir indah. Tapi aku salah. Aku terlalu bernafsu mendahului keputusan Tuhan.
“Aaaaaa!” aku berusaha mengeluarkan semua beban di hati ini.
Aku menghela napas panjang. Aku terdiam sesaat. Aku masih tidak mengerti kenapa semuanya terjadi di luar dugaan dan parahnya semua berakhir dengan begitu menyedihkan. Aku mengambil beberapa buah batu yang ada di sekitarku kemudian melemparkannya ke kolam satu demi satu.
“Buat lo yang udah khianatin gue!” “PLUK!” batu pertama aku lempar dengan sekuat tenaga.
“Buat lo yang udah bikin orangtua gue kecewa!” “PLUK!” begitu juga dengan batu kedua aku lempar dengan sekuat tenaga.
“Buat lo yang.. yang..” aku menghela napas lagi.
“Yang apa?” kata seseorang tiba-tiba. Aku terkejut dengan kedatangannya yang tiba-tiba itu. Pria yang berkulit putih, berhidung mancung dan berambut hitam lurus itu duduk di sebelahku. Aku memperhatikannya dengan seksama. Dia memandang ke arah kolam. Tiba-tiba dia menutup matanya. Dia menikmati gemericik air yang berasal dari air mancur di tengah kolam. Dia menghirup udara segar. Tampak damai sekali. Dia membuka matanya. Ups! Aku langsung memalingkan wajah. Tentunya aku malu kalau dia sampai mendapatiku sedang memperhatikannya.
“Ayo dong kamu coba juga” katanya.
Aku menoleh ke arahnya. Aku menunjukkan ekspresi kalau aku tidak berminat.
“Ayo! Pejamkan mata kamu dan nikmati udara segarnya” pria itu berlagak memerintah.
“Penting ya?” aku yang sedikit merasa terusik dengan kedatangan dan permintaan konyolnya itu menjadi sedikit kesal.
“Ayolah. Sekali aja” pria itu memaksa.
Dia memejamkan matanya sekali lagi. Menghirup udara bebas lagi, dan sangat menikmatinya. Akhirnya, aku pun tergerak untuk mencoba. Aku mulai memejamkan mataku. Aku menghirup udara segar seperti yang dilakukan pria itu. Aku menghirupnya lebih dalam. Bahkan aku bisa mencium wangi berbagai bunga yang ditanam di sekitar taman. Padahal sedari tadi aku tidak menyadari bau wewangian yang menyegarkan itu. Suara gemericik air semakin menambah kedamaian yang sedang aku rasakan. Nyaman sekali. Aku mengulanginya berkali-kali sampai akhirnya aku membuka mataku lagi.
“Enak kan?” sahutnya kepadaku yang baru saja membuka mata. Aku hanya membalasnya dengan senyuman. Pria ini benar-benar pandai membawa suasana.
“Undangan pernikahannya bagus. Perpaduan warna yang manis dengan kesan mewah” dia mengambil sebuah undangan pernikahan berwarna merah muda dengan dominasi silver yang berada di atas tasku.
“Tapi nggak semanis kenyataannya”
“Maksudnya?” kali ini pria itu berlagak menyelidik.
“Itu undangan pernikahanku. Seharusnya hari ini aku menikah. Tapi ya beginilah kenyataannya. Padahal persiapan sudah hampir selesai. Undangan itu juga sudah siap dibagi. Tapi lelaki itu menghancurkan semuanya. Sejak awal, hubunganku dan dia tidak direstui oleh orangtuanya. Orangtuanya sudah mempunyai pilihannya sendiri. Sebenarnya aku ragu melanjutkan hubungan ini. Orangtuaku berkali-kali menanyakan apakah aku yakin dengan pilihanku. Tapi aku melihat kesungguhannya memperjuangkan hubungan kami. Aku pun menjadi yakin untuk meresmikan hubunganku dengannya. Tapi setelah itu, kejadian yang tidak pernah kuduga terjadi. Ayahnya sakit keras. Dia takut kalau sampai akhir hayat Ayahnya dia belum sempat membahagiakannya. Menurutnya, saat itu satu-satunya cara yang bisa dia lakukan untuk membahagiakan Ayahnya adalah dengan menuruti permintaan Ayahnya. Dimana Ayahnya ingin dia menikah dengan wanita pilihannya. Dia bilang dia sudah menjelaskan kalau sebentar lagi dia akan menikahiku. Tapi Ayahnya memberikan pilihan yang sulit. Aku atau Ayahnya. Akhirnya dia lebih memilih Ayahnya dengan kata lain bahwa dia lebih memilih bersanding dengan wanita itu. Hal yang membuat aku hancur adalah kenapa semuanya harus terjadi ketika sudah sejauh ini? Kami hampir berhasil menyeberangi rintangan kami. Tapi ternyata dia membiarkan aku melewati sisa rintangan itu sendiri. Dia memilih jalan yang lebih aman bersama wanita itu daripada melewati jalan yang penuh rintangan bersamaku” pipiku mulai basah oleh air mata yang tak terasa semakin bertambah deras.
“Bayangin deh kalau kamu ada di posisi dia. Kamu bakal pilih dia atau Ayah kamu?” aku terenyak mendengar pertanyaan itu.
“Bayangin kalau seandainya saat ini kamu menikah sama dia. Perasaan Ayahnya pasti kecewa kan? Artinya kamu sudah membiarkan suami kamu sendiri menjadi anak durhaka. Kamu juga menyandang status menantu yang durhaka. Belum apa-apa sudah membuat Ayah mertuamu kecewa” pernyataan pria itu semakin membuat aku membisu dalam tangis.
“Kamu tau nggak, kenapa calon suami kamu membiarkan kamu melewati sisa rintangan kamu sendiri? Karena dia tahu setelah kamu berjalan dan berhasil melewati rintangan itu kamu akan menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya. Kebahagiaan yang melebihi apapun. Bahkan aku yang baru kenal kamu aja yakin kamu akan mendapatkan kebahagiaan di ujung jalan yang penuh rintangan itu. Walaupun aku nggak tau seperti apa bentuk kebahagiaan itu. Kamu tahu caranya mendapatkan kebahagiaan itu? Kamu harus ikhlas. Ikhlas dengan semua kejadian yang kamu alami. Kamu boleh berencana, tapi ingat Tuhan tetap perencana yang paling hebat. Tuhan pasti punya rencana yang jauh lebih indah. Intinya, mulai sekarang kamu harus belajar mengikhlaskan semuanya dan kamu harus yakin kalau Tuhan pasti akan selalu memberikan yang terbaik” apa yang dikatakan pria itu memang benar.
Aku tidak seimbang dalam melihat keadaan. Aku hanya melihat kejadian yang aku alami dari sisi negatif saja. Semua kata yang terucap dari bibir pria itu benar-benar membuatku tenang dan mebuatku sadar akan semuanya. Membuatku sadar kalau aku masih punya Tuhan. Air mataku pun berhenti mengalir hanya saja masih sesenggukan.
“Masih butuh bahu untuk menangis?” pria itu menawarkan bahunya untuk bersandar. Benar-benar pria yang pengertian, ujarku.
“Nggak. Terima kasih” aku menolak secara halus. Aku baru pertama kali bertemu pria ini dua puluh menit yang lalu. Tentu saja aku tidak boleh sembarangan. Walaupun rasanya ingin sekali menyenderkan kepalaku yang terasa berat ini pada bahunya yang bidang. Mungkin akan terasa sangat nyaman.Aku mencoba mencari tissue di dalam tas untuk mengeringkan sisa air mataku. Ah! Ternyata tidak terbawa. Aku pun hanya mengusap sisa air mataku menggunakan tangan.
“Pakai ini, Vionita” pria itu memberikan sehelai sapu tangan berwarna cokelat muda. Aku pun dengan senang hati menerimanya. Lalu segera mengeringkan pipiku yang masih basah menggunakan sapu tangan itu.
“Ngomong-ngomong kamu tau namaku darimana?” dari dua puluh menit yang lalu, aku merasa belum sempat memperkenalkan diri karena terlalu larut dalam cerita yang sebenarnya tidak patut aku ceritakan. Pria itu hanya menunjukkan namaku pada undangan pernikahan yang ia pegang sejak tadi.
“Oh iya aku lupa” aku tersenyum malu.
“Ya sudah kalau begitu aku pergi dulu ya. Semoga kita dipertemukan lagi di lain waktu. Oh iya, kamu cantik kalau senyum” pria misterius itu bangkit dari tempat duduk dan mulai melangkah pergi meninggalkanku yang masih terdiam di bangku taman. Tapi entah kenapa ada perasaan tidak rela ketika pria itu pergi.
“Tu.. Tunggu! Siapa nama kamu?” bodohnya aku belum sempat menanyakan namanya.
“Ada di undangan pernikahan kamu!” pria itu berteriak dari kejauhan.
“Terima kasih ya!” aku pun sampai lupa mengucapkan terima kasih pada pria yang telah berbaik hati mendengarkan semua cerita pilu tentangku. Dia hanya membalas dengan acungan ibu jari.
Sebenarnya aku bingung dengan jawaban pria itu. Kenapa jawabannya ada di undanganku? Aku pun segera mengeceknya. Aku membolak-balik undangan itu. “Mana namanya? Apa maksudnya?” gumamku lirih. Lalu aku berinisiatif membuka undangan itu. Tampak coretan di atas nama mantan calon suamiku dan di bawahnya ada sebuah tulisan. “Vino Ariansyah Putra?” aku mencari-cari sosok pria itu. Ternyata dia sudah menghilang. “Jadi namanya Vino” batinku. Oh iya! Aku baru sadar kalau nama calon pengantin dalam undangan itu kini berubah menjadi Viona Putri dan Vino Ariansyah Putra. Kapan dia melakukan ini semua? Ada-ada saja ulahnya. “Eh! Nama kita juga mirip” batinku senang. Aku jadi senyum-senyum sendiri.Vino, sesosok pria misterius itu berhasil membebaskanku dari belenggu kisah sendu. Kedatangannya yang tiba-tiba, lalu mengajakku relaksasi, mendengarkan ceritaku, memberikan nasihat bijak, memberikan sapu tangan, sampai mengganti nama mantan calon suamiku dengan namanya, semua itu mengukirkan kenangan singkat yang sangat manis dan penuh makna. Aku akan sangat bahagia jika suatu saat aku dipertemukan lagi dengan Vino. Apalagi kalau sampai dia adalah pria yang dikirimkan Tuhan sebagai pengganti yang sesungguhnya akan menjadi jodohku seperti apa yang dia tulis di undangan pernikahan itu. “Semoga saja ya Vino” gumamku penuh harap.Cerpen Karangan: Merida Hani Pratiwi
Facebook: Merida Hani Pratiwi
JEJAK KEMAYIAN DI LORONG SEPI by cerpenmmu.com/cerpen.of.the.month
Jejak Kematian di Lorong Sepi
Di lorong gelap, sepi dan dingin, tubuh kaku menelungkup itu menyeruakkan bau amis darah yang mengalir dari pangkal lehernya. Luka terkuak lebar hingga hampir memisahkan kepala dengan tubuh. Cairan kental berwarna merah tergenang di sekitarnya. Burung gagak hitam, memandang awas dari puncak pohon meranggas di luar lorong. Menjeritkan kicau parau mengabarkan kematian.
—
Musim hujan makin menggila di akhir tahun begini. Bisa-bisa hujan turun seharian penuh tanpa jeda. Berdiam di rumah adalah pilihan yang tepat untuk menghabiskan hari. Namun tidak bagiku, tepatnya tidak mungkin bagiku. Sebagai wartawan lepas untuk sebuah media massa on line, keluar rumah merupakan pilihan satu-satunya untuk mendapatkan berita terbaru dan terhangat langsung dari tempat kejadian. Semua bisa jadi berita bagiku sebab tidak ada berita, artinya tidak ada makanan.
Hujan yang turun sejak malam tadi mengakibatkan pagi ini menjadi dingin sekali. Sulit untuk menyentuh air tanpa merinding, cuci muka keputusan terbaik dari pada tidak sama sekali. Secangkir teh yang kubuat sebelum membasuh wajah di kamar mandi, masih mengepulkan asapnya. Cepat-cepat kusesap hingga rasa panas memeluk dada. Wuaahh, hangat sekali. Kutuntaskan teh pagiku dengan jantan, lalu cekatan tanganku menggamit jas hujan di atas rak. Mengenakannya dan membuka pintu rumah petak yang kusewa dari setahun yang lalu ini.
Saat pintu membuka, angin hujan menebas wajahku. Tak mau kalah, tubuhku pun lalu menghentak keluar menebas hujan berirama teratur ini, sebuah tanda bahwa hujan ini akan berlangsung lama. Jas hujan menutupi tubuh dan ranselku yang menggunung di punggung. Aku mungkin tampak seperti alien dari galaksi gulaguli. Bulir-bulir air hujan sudah sukses menggerayangi seluruh permukaan jas hujan milikku.
Mega, seorang kolegaku yang cantik jelita subuh tadi menelponku, kupikir ia ingin menyatakan cintanya padaku, karena malam itu aku baru saja bermimpi tentangnya, namun angan picisanku itu segera dipagut suaranya yang meninggi dan penuh antusias mengabarkan ada mayat pria ditemukan berdarah-darah di lorong yang menembus perut bukit, bekas rel kereta api jaman Belanda di sudut kota. Tempat itu sudah mati sejak lama, jarang dilalui orang-orang. Pengunjungnya hanyalah segelintir anak muda yang mencari tempat untuk menghisap s*bu-s*bu atau mabuk-mabukan. Sangat cocok untuk membuang mayat atau bahkan melakukan pembunuhan tanpa diketahui orang lain.
Aku sudah melihat Mega dari jauh, dia berdiri berbalut mantel hitam dan bernaung payung lebar merah marun. Matanya yang sendu dan penuh binar indah segera mendapati aku yang sedang tergopoh ke arahnya.
“Kau terlambat lagi, Amor…,” aku suka sekali dan sungguh bersyukur orangtuaku memberikan nama Amorgio Dunand, sehingga Mega bisa dengan leluasa memanggilku Amor yang berarti ‘cinta’ sepuasnya tanpa harus merasa malu. Dan juga, oke…, sayang sekali, tanpa harus merasakan cinta itu sendiri.
“Maaf, hujan menyenyakkan tidurku hingga berpuluh kali lipat!”
“Kebakaran keliling rumahmu pun tak akan mampu membangunkanmu, dasar tukang tidur. Ayo ke lokasi! Jalan saja lebih baik, hujan begini angkutan umum jarang lewat.”
Sepatu-sepatu kami berkecipak memijak genangan air hujan di sepanjang jalan. Benar, sudah hampir sampai di lokasi begini, belum ada satu pun angkutan umum yang berlalu. Prediksi yang hebat dari Mega. Di lokasi, sudah ada mobil polisi dan ambulan. Aku segera berlari sambil membuka separuh jas hujanku dan membiarkan separuhnya lagi menggantung di sebelah tubuhku. Aku meminta Mega menutupi tasku yang berisi kameraku agar tak kena hujan. Sambil berlari aku berhasil mengeluarkan kameraku, lalu bergegas mendekati lokasi kejadian. Mega ikut berlari memayungiku dari belakang.
Aku berhasil mendapatkan gambar mayat pria itu sebelum akhirnya petugas ambulan mengangkatnya ke dalam ambulan dan membawa jenazah malang itu pergi. Mega menginterview polisi dan beberapa saksi yang pertama kali menemukan mayat pria itu. Seperti biasa, dalam setiap peliputan setelah mendapatkan gambar-gambar yang penting, aku biasanya mencari-cari objek lain di sekitar TKP, mudah-mudahan ada yang unik yang bisa kujadikan koleksi foto.
Aku mengitari lorong menyapu pandanganku ke seluruh lorong beserta langit-langitnya. Lumut dan lukisan graviti usang menghias langit-langit lorong. Menjepret-jepret semua yang kuanggap menarik. Saat aku berjalan lebih jauh ke dalam, melampaui tempat mayat ditemukan, di dinding lorong sebelah kiri agak ke atas, aku menemukan noda merah berukuran lumayan besar.
Aku mendekat, membidikkan lensa kameraku dan menekan tombol zoom. Apa aku tidak salah lihat? Itu adalah jejak kaki darah. Jejak darah berbentuk kaki kanan manusia yang di sisi bawahnya mengakar aliran darah meleleh itu terlihat samar di antara lukisan graviti di dinding lorong. Tampaknya kaki itu tadi menginjak darah dan lalu menginjak dinding ini. Aku menyipitkan mata, dan membidik dengan cermat, menetapkan fokus pada kameraku dan menjepretnya beberapa kali dari berbagai sudut. Aku mencermatinya sekali lagi, ini darah baru, belum kering betul. Kalau pun benar ini jejak manusia, manusia apa yang bisa berjalan dengan cara vertikal seperti ini? Lalu jika memang dia mampu berjalan secara vertikal mengapa jejaknya hanya satu? Mana kaki kirinya? Apakah ia siluman berkaki satu? Lalu apa hubungannya dengan jasad pria itu? Kalau memang saling terhubung mengapa jejak kakinya tidak dimulai dari dimana tubuh pria itu tergolek? Ah…
Aku keluar, menemui Mega yang baru saja mewawancari seorang warga yang mengaku mendengar sebuah jeritan di malam itu dari lorong ini. Aku masih terdiam, memikirkan tentang sebuah jejak kaki darah di dinding lorong. Aku masih menimbang-nimbang apakah ini kulaporkan pada pihak kepolisian, atau kudiamkan saja dan kuselidiki sendiri. Namun, entah bagaimana, sebuah suara dari hatiku mendesakku untuk menyelidiki ini sendiri, lalu nanti kalau sudah berhasil akan menerbitkannya menjadi sebuah berita yang bombastis. Pasti bonus akan mengalir lancar ke kantong keringku ini. Dan sebuah dinner mewah akan kupersembahkan khusus untuk Mega.
“Kau kenapa Amor? Kok diam saja?”
“Tidak apa-apa… Ayo ke café biasa, aku belum sarapan. Kita sarapan dan sekalian kita tulis berita ini. Mungkin hari ini akan ada banyak berita menarik lainnya yang menunggu untuk kita liput.”
“Wuah, bersemangat sekali hari ini, Bung! Santailah sedikit, kita sudah menang dengan berita ini, kau lihat tadi? Tidak ada kan wartawan lain yang meliput? Mereka semua terlambat!! Hahaha…,” Mega melirik pada beberapa wartawan yang baru sampai di lokasi kejadian.
“Wuah, iya aku baru sadar… ayolah, aku sudah lapar!!”
Sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi sampai di mejaku, menerbitkan liur. Segera kugamit sendok dan garpu lalu melahapnya ganas. Sementara Mega masih terus saja mengaduk-aduk bubur ayam pesanannya.
“Kenapa Ga?”
“Gak selera…,”
“Kenapa?”
“Hanya orang aneh yang tetap punya selera makan tinggi saat baru saja sedetik yang lalu menyaksikan orang yang hampir putus kepalanya…,” erangnya.
Aku terdiam, tak jadi menelan nasi goreng yang sudah kumamah. Melotot padanya. Dia tergelak dan aku melanjutkan proses penelanan nasi goreng dengan tuntas.
“Maksudmu?”
“Hahahaha… aku bercanda. Ada baiknya aku menulis dulu,” Mega mengeluarkan notebooknya, siap untuk menulis berita pembunuhan penuh misteri itu.
—
Malam itu hujan mulai mereda, hanya gerimis ringan. Aku merapatkan jaketku, kurasa sebuah jaket sudah cukup untuk gerimis tipis begini. Niatku malam ini adalah kembali ke lorong itu. Menemukan bukti-bukti lain, yang mungkin bisa menguak misteri pembunuhan ini. Sebuah garis polisi melintang di mulut lorong, aku merunduk melampaui pita berwarna kuning itu. Bekas-bekas darah masih dibiarkan utuh, mungkin guna keperluan proses penyelidikan. Seram sekali berada di lorong malam-malam begini, apa lagi tadi, di sini, terbaring mayat korban pembunuhan. Tapi kutepis semua itu, demi menggemukkan rekeningku. Dengan bantuan semburat cahaya tipis dari lampu jalan di luar lorong aku berjalan masuk. Burung gagak tak henti meraung. Menambah nuansa mistis yang mampu menaikkan bulu roma siapa saja.
Aku sudah sampai di sisi dinding di mana jejak itu tadi pagi kutemukan. Aku menggamit senter dari kantong yang memang sudah kupersiapkan sejak tadi. Kusorotkan lampu senter ke sisi dinding. Benar, jejak itu masih ada di sana. Aku menebar sinar senter ke segala arah, berharap menemukan pertanda lain yang bisa membantu investigasiku ini. Tidak ada apa-apa lagi selain lumut dan lukisan graviti pudar. Aku kembali memfokuskan cahaya senter pada jejak darah. Setelah lamatku perhatikan, sepertinya ada yang berubah dari bentuk jejak itu, tumitnya sudah mulai menghilang. Sepertinya ada seseorang yang berusaha menghapusnya dengan sesuatu. Wuah ini menarik!! Siluman, monster atau apa pun itu sadar, bahwa dia telah meninggalkan jejak yang bisa membongkar kejahatannya. Tapi siluman yang bagaimana pula yang takut akan kejahatannya terbongkar? Ini semakin misterius namun semakin menarik. Aku mengeluarkan kameraku dan kembali menjepret jejak itu sebagai dokumentasi dan bukti.
Tring!!! Tiba-tiba otakku menemukan suatu rencana. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Monster pembunuh ini belum selesai dengan pekerjaannya di sini karena suatu hal, pasti ia akan kembali untuk menghapus jejak ini hingga hilang seluruhnya. Dan aku harus bersembunyi di suatu tempat dan siap dengan kamera di tangan. Siap untuk menjepret mahkluk apa pun yang datang untuk menghapus jejak darah itu. Ya, ya… yaa…, kadang-kadang aku cerdas juga.
Setengah berlari aku berlari menuju ujung lorong, di sana ada bekas dinding yang hampir roboh yang bisa dipergunakan untuk bersembunyi dan bisa memandang bebas ke dalam lorong. Aku jongkok di sebalik dinding, menggenggam kameraku dan memasang telinga dengan baik. Berusaha menangkap suara apa pun yang hadir di kesunyian ini. Hujan yang sudah reda, sungguh membantu aku mendengarkan suara yang ingin kudengar.
Sepuluh menit berlalu, hanya lolongan anjing dan deru kendaraan dari kejauhan yang terdengar. Belum ada tanda-tanda mencurigakan dari dalam lorong. Aku sudah mulai bosan. Perutku sudah berderik-derik kelaparan, aku baru ingat belum makan malam, ah sebegini parahnya kah pekerjaan sebagai detektif itu? Aku bersumpah tak akan mau jadi detektif. Tak sampai semenit kemudian, jantungku menegang, ada suara langkah berderap pelan dari dalam lorong. Itu dia!!!! Ya Tuhaaan… lindungilah hambamu ini. Aku tak tahu kapan harus menjepretkan kameraku ke arah lorong. Tapi instingku berujar nanti saja. Suara derap langkah berhenti, disusul kemudian suara dinding digosok-gosok oleh sesuatu.
Yap!! Ini saatnya kameraku bertugas.
“Jepreeett!!! Jepreett! Jepreett!” lampu blitz menyala-nyala ke dalam lorong. Aku hanya menjulurkan lenganku ke luar tembok ke arah lorong. Tanpa sebilah nyali pun untuk menyaksikan mahkluk apa nun di dalam lorong sana. Setelahnya, aku lintang pukang berlari ke rumah.
Dengan dada berdegup super kencang, aku mendentumkan pintu rumahku. Dan bersandar di daun pintu yang telah terkatup, aku merosotkan tubuhku ke lantai dan memandang kameraku. Aku merasakan bibirku bergetar keras. Lalu aku merutuki diri betapa pengecutnya aku. Takut-takut kutekan tombol pada kamera yang berfungsi untuk menampilkan foto-foto yang sudah diambil. Sesosok manusia siluman mengerikan yang bertengger dan menempel ringan secara vertikal di dinding lorong tampil di foto. Membelalakkan mataku dan hampir memberhentikan jantungku.
Aku menekan tombol off dengan susah payah karena tanganku bergetar hebat sekali. Aku menarik napas terus-menerus berusaha mendatangkan keberanian pada diriku. Takut sudah merajaiku. Mahkluk apa itu? Kalau dia adalah sejenis makhluk yang tak suka dirinya diabadikan dalam foto lalu dia marah dan mengejarku bagaimana? Siaal! Belum sempat aku menetralisir rasa takutku. Suara ketukan pintu melonjakkan tubuhku.
“Si… si… apaa?” tanyaku terbata. Sang pengetuk tak menjawab. Dia hanya mengetuk pintu rumahku itu tiga kali lagi.
Jangan-jangan ini mahkluk tadi. Kacau! Mati akuuu! Bisa-bisa besok aku yang jadi berita. Tidaaakkk!!!
“Si… si… siapa…? Kalau tidak menjawab tidak akan kubukakan pintu…”
“Ini aku, Megaa… Buka, Amoorr!”
Aku menarik napas lega, ah ternyata cuma Mega. Aku berdiri, menarik napas dalam dan mengeluarkannya melalui mulut. Merapikan rambut dengan sepuluh jariku dan menata-nata bajuku yang sedikit berantakan. Perlahan aku membuka pintu.
“Oh, kau Mega, ada apa malam-malam begini?”
“Boleh aku masuk dulu? Biar kuceritakan di dalam?”
Aku mengangguk keras, “Oh tentu saja!” untuk kau bidadariku apa yang tidak kuberi.
Mega duduk dengan santai di satu-satunya sofa, di ruang depan rumahku. Dia sungguh seksi malam ini. Ah andai saja… Upsss… buyarkan pikiran kotor, Amorrr!!!
“Aku boleh lihat kameramu itu tidak?”
“Ini?” aku mengangkat kamera yang sejak tadi kugenggam. “Untuk apa?”
“Tidak ada apa-apa, cuma mau lihat saja, boleh kan??”
“Boleh saja, tapi tidak ada yang penting, cuma foto mayat yang tadi pagi. Ah sudahlah tidak usah nanti kau jadi tidak selera makan. Kubuatkan kopi yaa??”
Aku berbalik, Mega berdiri dan menyentuh pundakku dari belakang. Sentuhannya dingin sekali, sedingin es yang menusuk hingga ke kulit, padahal aku sedang memakai jaket tebal. Aku berbalik, betapa tercekat saat mendapati wajahnya yang pucat dan tersenyum aneh. Dan senyum itu bukan senyuman Mega yang manis seperti biasa. Senyum itu mengerikan.
“Benarkah tidak ada foto yang penting?” suaranya lembut, namun mampu membangkitkan bulu kuduk.
“Ten… tentu saja benar…,” jawabku terbata. Mega membebat langkahku, ia sudah di depanku kini.
“Foto yang baru kauambil beberapa menit yang lalu itu bagaimana?”
Jepp!! Jantungku seolah terhenti, bagaimana Mega bisa tahu?? Sudah kuyakinkan tidak ada siapa pun di sana tadi.
“Maksudmu??”
Mega tak menjawab pertanyaanku, ia lalu menarik paksa kamera di tanganku. Menekan tombol on dan menunjukkan foto seram itu tadi padaku.
“Ini!!” suara Mega meninggi dan berubah serak.
“Bagaimana kau bisa tahu??” Rasa takut dan khawatir kembali memelukku.
“Karena yang kau foto ini adalah AKUUU!!!” tubuh Mega serta merta membiru, matanya merah menyala, dua bilah taring menyilau dari sela bibirnya. Kuku-kukunya hitam memanjang.
“Mee… mee… gaaa?”
Aku beringsut mundur, mataku tidak mempercayai ini dan berharap ini hanya mimpi aneh tentang Mega yang selama ini kualami tiap malam karena aku terlalu mencintainya diam-diam. Aku menggelengkan kepala, menutupnya sebentar dan membuka lagi. Sosok menyeramkan itu masih ada di sana. Kuku tajamnya melayang di udara seinci di depan leherku.
“Kauuu… haruuus matiiii…,” suara Mega sudah berbeda, serak dan dalam.
“Megaaa… ini akuuu… aku mencintaimu sayang… bahkan jika kau adalah seorang silumaann!!”
Ah, apa tadi itu? Aku menyatakan cinta dalam keadaan seperti ini? Bodoh!
“Tidaaakk… tidaakk ada yang boleh mengetahui keberadaan kamii… itu berbahaya!”
“Kamii? Masih ada yang sepertimu di luar sana?”
“Yaaa… Maafkan aku Amooorrr… ini adalah balasan sepadan untuk orang yang selalu ingin tahuuu…”
Mega menebaskan kuku tajamnya ke leherku. Aku roboh dengan kepala nyaris putus. Darahku muncrat kemana-mana, lalu darah mengalir deras dari robekan leherku. Mataku membelalak dengan mulut menganga. Sungguh mengerikan, persis seperti kondisi mayat pria yang kufoto tadi pagi.
—
Mega menerobos masuk ke deretan polisi yang sudah berkerumun di rumahku. Mengambil gambarku yang tewas mengenaskan dan mewawancarai beberapa polisi. Ia tersenyum di atas mayatku sebelum berlalu pergi untuk menulis berita kematianku. Dan lagi-lagi dialah wartawan pertama yang berada di lokasi kejadian untuk meliput berita. Dasar siluman keji.
Medan, 2013
Cerpen Karangan: Yunita R Saragi
Facebook: Yunita Ramadayantie SaragiFB BILL LAUDRIX
Facebook: Yunita Ramadayantie SaragiFB BILL LAUDRIX
Langganan:
Postingan (Atom)